Selasa, 23 Juni 2015

Perkap Polri No/2010 Tentang PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA  
NOMOR 10 TAHUN 2010  
TENTANG  
 TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA   
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA  
KEPALA  KEPOLISIAN NEGARA  REPUBLIK  INDONESIA


Menimbang : a. bahwa barang bukti merupakan benda sitaan yang perlu dikelola dengan tertib dalam
                         rangka mendukung proses penyidikan tindak  pidana;
                      b. bahwa pengelolaan barang bukti di tingkat penyidikan sampai saat ini masih belum
                         tertib yang meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan, pengamanan, perawatan,                                 pengeluaran, dan pemusnahannya;
                      c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf                              b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik
                        Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
                         Indonesia (Lembaran   Negara Republik  Indonesia tahun 2002 Nomor 2
                         Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);  
                     2. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata
                         Kerja  Kepolisian Negara Republik Indonesia;


MEMUTUSKAN: 

Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK 
                       INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI 
                       DI  LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB  I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
       1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat
           negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
           menegakkan  hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
           kepada  masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
       2. Penyidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
           untuk melakukan penyidikan.
       3. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
           diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk mencari
           serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
           yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 
       4. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan
           di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
           untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
       5. Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
           yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat
           penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
       6. Barang Temuan sebagai barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
           atau tidak berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau penyidik karena
           tersangka belum tertangkap atau melarikan diri dan dilakukan penyitaan oleh penyidik. 
       7. Pengelolaan Barang Bukti adalah tata cara atau proses penerimaan, penyimpanan,
           pengamanan, perawatan, pengeluaran dan pemusnahan benda sitaan dari ruang atau tempat
           khusus penyimpanan barang bukti.
       8. Pejabat Pengelola Barang Bukti yang selanjutnya disingkat  PPBB  adalah anggota Polri yang
           mempunyai tugas dan wewenang  untuk menerima, menyimpan, mengamankan, merawat,
           mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan 
           barang bukti.

       9. Tempat Penyimpanan Barang Bukti adalah ruangan atau tempat khusus yang disiapkan dan
           ditetapkan berdasarkan surat ketetapan oleh Kepala Satuan Kerja (Kasatker) untuk
           menyimpan  benda-benda sitaan penyidik berdasarkan sifat dan jenisnya yang dikelola oleh
           PPBB.

Pasal 2
Tujuan peraturan ini adalah:
a. sebagai pedoman bagi penyidik dan PPBB untuk mengelola barang bukti dengan tertib di
    lingkungan Polri; dan
b. terwujudnya tertib administrasi pengelolaan barang bukti dalam proses penyidikan di lingkungan
    Polri.

Pasal 3
Prinsip-prinsip pengelolaan barang bukti dalam peraturan ini meliputi:
a. legalitas, yaitu setiap pengelolaan barang bukti harus sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan;
b. transparan, yaitu pengelolaan barang bukti dilaksanakan secara terbuka;
c. proporsional, yaitu keterlibatan unsur-unsur dalam pelaksanaan pengelolaan barang bukti harus
   diarahkan  guna menjamin keamanannya;
d. akuntabel, yaitu pengelolaan barang bukti dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, terukur,
   dan jelas; dan
e. efektif dan efisien yaitu setiap pengelolaan barang bukti harus dilakukan dengan
    mempertimbangkan adanya keseimbangan yang wajar antara hasil dengan upaya dan sarana yang
    digunakan.

BAB II 

PENGGOLONGAN BARANG BUKTI

Pasal 4 

Barang bukti dapat digolongkan berdasarkan benda:
a. bergerak; dan
b. tidak bergerak.

Pasal 5 

(1) Benda bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, merupakan benda yang dapat
      dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
(2) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan sifatnya antara lain:
     a. mudah meledak;
     b. mudah menguap;
     c. mudah rusak; dan
     d. mudah terbakar.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan wujudnya antara lain:
     a. padat;
     b. cair; dan
     c. gas.
(4) Benda bergerak selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) juga termasuk benda
      yang terlarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 6

Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, merupakan benda selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, antara lain:
a. tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya;
b. kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi selama kayu-kayuan itu belum dipotong;
c. kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan
d. pesawat terbang.


BAB III 

BARANG TEMUAN SEBAGAI BARANG BUKTI 
Pasal 7

(1) Barang temuan diperoleh petugas Polri pada saat melakukan tindakan kepolisian ataupun
     ditemukan masyarakat berupa benda dan/atau alat yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana
     yang terjadi atau ditinggalkan tersangka karena melarikan diri atau tersangka belum tertangkap.
(2) Barang temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dijadikan barang bukti setelah
     dilakukan penyitaan oleh penyidik karena diduga:
      a. seluruh atau sebagian benda dan/atau alat diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
          tindak pidana;
      b. telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana; dan
      c. mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(3) Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan  menurut cara yang diatur dalam
      Hukum Acara Pidana.  
                                                                         
  Pasal 8 

(1) Barang  bukti temuan  yang  telah  disita  penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
      paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib diserahkan kepada PPBB.
(2) PPBB yang menerima penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan
      pencatatan ke dalam buku register dan disimpan pada tempat penyimpanan barang bukti.
(3) Dalam hal barang bukti temuan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau membahayakan,
      sehingga tidak mungkin untuk disimpan, dapat diambil tindakan sebagaimana diatur dalam
      Hukum Acara Pidana.
(4) Dalam hal barang bukti temuan berupa narkotika jenis tanaman, dalam waktu 1 x 24 (satu kali
      dua puluh empat) jam wajib dimusnahkan sejak saat ditemukan, setelah sebagian disisihkan untuk
      kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

BAB IV 

PPBB

Pasal 9

(1) PPBB merupakan anggota Polri yang ditunjuk berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan oleh:
     a. Kabareskrim Polri pada tingkat Mabes Polri;
     b. Direktur Reskrim/Narkoba/Lantas/Polair  pada tingkat Polda;
     c. Kapolwil/Kapolwiltabes pada  tingkat Polwil/Polwiltabes;
     d. Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
     e. Kapolsek/tro/ta pada tingkat Polsek/tro/ta.
(2) PPBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang anggota Polri
      atau disesuaikan dengan kekuatan personel di kesatuan masing-masing.
(3) PPBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari:
     a. Ketua Pengelola Barang Bukti berpangkat Perwira;
     b. Staf urusan administrasi Barang Bukti serendah-rendahnya berpangkat Brigadir; dan
     c. Staf pembantu umum serendah-rendahnya berpangkat Brigadir Polisi Tingkat Dua atau
         Pegawai Negeri Sipil pada Polri.
(4) Dalam  hal Polsek tidak memiliki PPBB yang berpangkat Perwira, dapat ditunjuk Kanit Reskrim yang berpangkat Brigadir sebagai Ketua Pengelola Barang Bukti.

Pasal 10

(1) Ketua Pengelola Barang Bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, harus
      memiliki:
     a. tanda bukti kelulusan pendidikan kejuruan Reserse/Laka Lantas;
     b. hasil tes psikologi yang memenuhi syarat;
     c. pengalaman bertugas pada fungsi Reserse/Laka Lantas paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
     d. dedikasi dan loyalitas tinggi dalam melaksanakan tugas berdasarkan penilaian pimpinan.
   (2) Staf urusan administrasi barang bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b,
     harus memiliki:
     a. hasil tes psikologi yang memenuhi syarat;
     b. pengalaman bertugas pada fungsi Reserse/Laka Lantas paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
     c. dedikasi dan loyalitas tinggi dalam melaksanakan tugas berdasarkan penilaian pimpinan.
(3) Staf pembantu umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c, memiliki
      pemahaman mengenai administrasi umum dan administrasi penyidikan.

Pasal 11 

PPBB mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. menerima penyerahan barang bukti yang telah disita oleh penyidik;
b. mencatat ke dalam buku register daftar barang bukti;
c. menyimpan barang bukti berdasarkan sifat dan jenisnya;
d. mengamankan barang bukti agar tetap terjamin kuantitas dan/atau kualitasnya;
e. mengontrol barang bukti secara berkala/periodik dan dicatat ke dalam buku kontrol barang bukti;
f. mengeluarkan barang bukti atas perintah atasan penyidik untuk dipinjam pakaikan kepada pemilik
   yang berhak; dan
g. memusnahkan barang bukti.


PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG BUKTI

Bagian Kesatu 
Penerimaan dan Penyimpanan 

Pasal 12

(1) Dalam penerimaan penyerahan barang bukti oleh penyidik, PPBB wajib melakukan tindakan
      sebagai berikut:
      a. meneliti Surat Perintah Penyitaan dan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti yang dibuat oleh
          penyidik untuk dijadikan dasar penerimaan barang bukti;
      b. mengecek dan mencocokan jumlah dan jenis barang bukti yang diterima sesuai dengan Berita
          Acara Penyerahan Barang Bukti; 
      c. memeriksa dan meneliti jenis baik berdasarkan sifat, wujud, dan/atau kualitas barang bukti
          yang akan diterima guna menentukan tempat penyimpanan yang sesuai;
      d. mencatat barang bukti yang diterima ke dalam buku register daftar barang bukti, ditandatangani
          oleh petugas yang menyerahkan dan salah satu PPBB yang menerima penyerahan, serta
          disaksikan petugas lainnya; 
      e. melakukan pemotretan terhadap barang bukti sebagai bahan dokumentasi;
      f. mencoret dari buku register, barang bukti yang sudah dimusnahkan atau yang sudah diserahkan
         kepada Jaksa Penuntut Umum; dan
      g. melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada penyidik dan Kasatker.
(2) PPBB wajib melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling lama 2
      (dua) hari harus selesai dilakukan.

Pasal 13 

(1) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
      huruf c secara kuantitas tidak memungkinkan disimpan dan memerlukan biaya penyimpanan
      tinggi, tempat penyimpanannya yaitu ditempat asal barang bukti disita.
(2) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
      (1) huruf c secara kualitas lekas rusak dan tidak tahan lama, dapat dilelang sesuai ketentuan
      dalam Hukum Acara Pidana.
(3) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
      huruf c secara kualitas mudah terbakar, menguap, dan meledak, dapat dimusnahkan sesuai
      ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.
(4) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
      huruf c bersifat terlarang, dapat dimusnahkan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang tentang
     Narkotika dan Psikotropika.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dituangkan dalam Berita
     Acara dan ditandatangani pihak-pihak terkait.

Pasal 14

(1) Dalam  hal  PPBB melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c
      memerlukan ahli, Ketua Pengelola Barang Bukti dapat meminta pendapat ahli dimaksud untuk
      melakukan pemeriksaan dan penelitian barang bukti.

(2) Pemeriksaan dan penelitian barang bukti  yang dilakukan oleh  ahli sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), harus dibuatkan berita acara yang ditanda tangani oleh ahli yang bersangkutan dan
      diketahui oleh PPBB.  

Bagian Kedua 
Pengamanan dan Perawatan

Pasal 15

(1) Ketua Pengelola Barang Bukti bertanggung jawab penuh terhadap keamanan dan keutuhan barang bukti baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan:
     a. melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala paling lama 2 (dua) minggu sekali
        terhadap barang bukti yang disimpan di tempat penyimpanan barang bukti yang telah ditentukan
        atau tempat lain, dan dituangkan dalam buku kontrol barang bukti;
     b. mengawasi jenis-jenis  barang bukti tertentu yang berbahaya, berharga, dan/atau yang
         memerlukan pengawetan;
     c. menjaga dan mencegah agar barang bukti yang disimpan tidak terjadi pencurian, kebakaran
          ataupun kebanjiran; 
     d. mengarahkan dan mengatur pembagian tugas bawahannya untuk menjaga, memelihara dan
         mengamankan barang bukti yang disimpan;
     e. mencatat dan melaporkan kepada penyidik dan/atau atasan penyidik yang menyita bila terjadi
        kerusakan dan penyusutan serta kebakaran dan pencurian terhadap barang bukti yang disimpan;
        dan  
     f. menindak PPBB yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang
       undangan.

Pasal 16

(1) Apabila barang bukti yang disimpan mengalami kerusakan, penyusutan, pencurian atau
      kebakaran, dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila ternyata dilakukan atau akibat kelalaian,
      terhadap pelakunya dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga 
Pengeluaran dan Pemusnahan

Pasal 17

(1) Pengeluaran barang bukti untuk keperluan penyidikan oleh penyidik, harus berdasarkan surat
      permintaan yang sah dari penyidik yang menyita dan diketahui oleh atasan penyidik.
(2) Terhadap pengeluaran barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola
      Barang Bukti harus:
    a. memeriksa dan meneliti surat permintaan pengeluaran barang bukti yang diajukan oleh penyidik
        yang diketahui oleh atasan penyidik;
    b. membuat berita acara serah terima dan menyampaikan tembusannya kepada atasan penyidik;
    c. mencatat lama peminjaman barang bukti dalam buku mutasi atau register yang tersedia; dan
    d. menerima, memeriksa, meneliti dan menyimpan kembali barang bukti yang telah dipinjam dan
       diserahkan oleh penyidik.

Pasal 18

(1) Pengeluaran barang bukti untuk dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum yang dilakukan oleh
      penyidik, harus berdasarkan surat permintaan yang sah dari penyidik yang menyita dan diketahui
      atasan penyidik dengan melampirkan bukti P21 dari Jaksa Penuntut Umum.
(2) Pengeluaran barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti
      harus melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan b serta
      mencoret barang bukti dari buku register daftar barang bukti.

Pasal 19

(1) Pengeluaran barang bukti untuk dikembalikan kepada orang atau dari siapa benda itu disita atau
     kepada mereka yang berhak harus berdasarkan surat perintah dan/atau penetapan pengembalian
     barang bukti dari atasan penyidik.
(2) Pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti
     harus melakukan tindakan:
    a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan atau surat penetapan pengembalian barang bukti dari
       atasan penyidik;
    b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik; dan
    c. mencatat dan mencoret barang bukti tersebut  dari daftar yang tersedia.

Pasal 20

(1) Dalam hal barang bukti yang disita lekas rusak dan/atau biaya penyimpanan terlalu tinggi,
     sehingga tidak memungkinkan disimpan lama, dapat dilaksanakan pengeluaran barang bukti untuk
     dijual lelang berdasarkan surat perintah atau penetapan yang dikeluarkan oleh atasan penyidik.
(2) Terhadap pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang
      Bukti harus melakukan prosedur sebagai berikut:
   a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan/atau penetapan penjualan lelang terhadap barang bukti
       tersebut;
   b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik dan
       tersangka; dan
   c. mencatat dan mmencoret barang bukti tersebut dari daftar yang tersedia.
(3) Hasil pelaksanaan lelang yang berupa uang, dipakai sebagai barang bukti dan disimpan di Bank
     serta dicatat dalam buku register yeng tersedia. 
(4) Sebelum pelaksanaan lelang, barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sedapat mungkin
      disisihkan sebagian kecil untuk keperluan pembuktian dan dicatat dalam buku register yang
      tersedia.

Pasal 21

(1) Pengeluaran barang bukti narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang untuk dimusnahkan,
     dilakukan setelah mendapat surat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri/Kepala Kejaksaan
     Negeri setempat dan surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik.
(2) Surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
     dikeluarkan oleh:
   a. Direktur IV Narkoba/Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri pada tingkat Mabes Polri;
   b. Direktur Reserse Narkoba pada tingkat Polda;
   c. Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
   d. Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
   e. Kapolres/tro/ta pada tingkat Polsek/tro/ta.
(3) Terhadap pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang
      Bukti harus melakukan prosedur sebagai berikut:
    a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan penetapan pemusnahan barang bukti;
    b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik dan
        tersangka; dan
    c. mencatat dan mencoret barang bukti tersebut dari daftar yang tersedia.
(4) Sebelum pelaksanaan pemusnahan, barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
     disisihkan untuk keperluan pembuktian dan pemeriksaan laboratoris yang dicatat dalam buku
      register yang tersedia.

Pasal 22

Pengeluaran untuk penghapusan barang bukti dari daftar register di tempat penyimpanan barang bukti yang dikarenakan kerusakan, penyusutan, kebakaran, pencurian atau karena bencana alam dilakukan oleh suatu panitia khusus yang dibentuk oleh Ketua Pengelola Barang Bukti.

BAB VI
PROSEDUR PINJAM PAKAI BARANG BUKTI OLEH PEMILIK

Pasal 23 

(1) Barang bukti yang disita dan disimpan di tempat khusus hanya dapat dipinjam pakaikan kepada
      pemilik atau pihak yang berhak.
(2) Prosedur pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
    a. pemilik atau pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada atasan penyidik;
    b. atasan penyidik melakukan penilaian dan pertimbangan untuk menolak atau mengabulkan
        permohonan tersebut; dan
    c. setelah permohonan dikabulkan, atasan penyidik membuat rekomendasi kepada Ketua PPBB.
(3) Atasan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
    a. para Direktur Bareskrim Polri, Direktur Polair Polri dan Direktur Lalu Lintas Polri pada tingkat
        Mabes Polri;
    b. para Direktur Reskrim/Narkoba/Polair/Lantas pada tingkat Polda;    c. para Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
    d. para Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
    e. para Kapolres/tro/ta tingkat Polsek/tro/ta.
(4) Penilaian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b, didasarkan
      atas:
    a. bukti kepemilikan barang bukti yang sah;
    b. kesediaan untuk merawat dan tidak mengubah bentuk, wujud, dan warna barang bukti;
    c. kesediaan untuk menghadirkan barang bukti bila diperlukan sewaktu-waktu; dan
    d. kesediaan untuk tidak memindahtangankan barang bukti kepada pihak lain.

PENGAWASAN  PENGELOLAAN BARANG BUKTI 

Pasal 24

Pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan barang bukti selain dilakukan secara:
a. umum; dan
b. khusus.

Pasal 25 

(1) Pengawasan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, mulai tingkat Mabes
      Polri sampai Polsek/tro/ta dilakukan secara rutin oleh Kasatker dan Kasatfung.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
     a. memeriksa administrasi dan buku register daftar barang bukti;
     b. memeriksa kondisi tempat penyimpanan; dan
     c. memeriksa kondisi fisik barang bukti.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:     a. supervisi; dan
     b. pengawasan dan pemeriksaan (wasrik).

Pasal 26

(1) Pengawasan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, dilakukan apabila
      terdapat kejadian yang bersifat khusus, sehingga perlu dibentuk tim yang ditunjuk berdasarkan
      surat perintah.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
     a. Inspektorat Pengawasan;
     b. Propam;
     c. Intelijen Keamanan; dan
     d. fungsi terkait lainnya.
(3) Kejadian yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
    a. adanya laporan atau ditemukannya penyimpangan;
    b. penyalahgunaan barang bukti;
    c. hilangnya barang bukti; dan
    d. adanya bencana yang bisa mengakibatkan barang bukti hilang atau rusak.


ADMINISTRASI DAN PELAPORAN

Pasal 27

Administrasi pengelolaan barang bukti dituangkan dalam bentuk berita acara, buku kontrol, dan buku register daftar barang bukti sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Pasal 28

Pelaporan pengelolaan barang bukti dibuat secara periodik (mingguan, bulanan, dan tahunan) yang ditandatangani Ketua Pengelola Barang Bukti dan wajib dilaporkan kepada Kasatfung dengan tembusan Kasatker serta fungsi terkait lainnya.