PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2010
TENTANG
TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa barang bukti merupakan benda sitaan yang perlu dikelola dengan tertib dalam
rangka mendukung proses penyidikan tindak pidana;
b. bahwa pengelolaan barang bukti di tingkat penyidikan sampai saat ini masih belum
tertib yang meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan, pengamanan, perawatan, pengeluaran, dan pemusnahannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
rangka mendukung proses penyidikan tindak pidana;
b. bahwa pengelolaan barang bukti di tingkat penyidikan sampai saat ini masih belum
tertib yang meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan, pengamanan, perawatan, pengeluaran, dan pemusnahannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 2
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN:
INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI
DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Penyidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.
3. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
4. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan
di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
5. Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
6. Barang Temuan sebagai barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau penyidik karena
tersangka belum tertangkap atau melarikan diri dan dilakukan penyitaan oleh penyidik.
7. Pengelolaan Barang Bukti adalah tata cara atau proses penerimaan, penyimpanan,
pengamanan, perawatan, pengeluaran dan pemusnahan benda sitaan dari ruang atau tempat
khusus penyimpanan barang bukti.
8. Pejabat Pengelola Barang Bukti yang selanjutnya disingkat PPBB adalah anggota Polri yang
mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima, menyimpan, mengamankan, merawat,
mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan
barang bukti.
9. Tempat Penyimpanan Barang Bukti adalah ruangan atau tempat khusus yang disiapkan dan
ditetapkan berdasarkan surat ketetapan oleh Kepala Satuan Kerja (Kasatker) untuk
menyimpan benda-benda sitaan penyidik berdasarkan sifat dan jenisnya yang dikelola oleh
PPBB.
Pasal 2
Tujuan peraturan ini adalah: a. sebagai pedoman bagi penyidik dan PPBB untuk mengelola barang bukti dengan tertib di
lingkungan Polri; dan
b. terwujudnya tertib administrasi pengelolaan barang bukti dalam proses penyidikan di lingkungan
Polri.
Pasal 3
Prinsip-prinsip pengelolaan barang bukti dalam peraturan ini meliputi:a. legalitas, yaitu setiap pengelolaan barang bukti harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. transparan, yaitu pengelolaan barang bukti dilaksanakan secara terbuka;
c. proporsional, yaitu keterlibatan unsur-unsur dalam pelaksanaan pengelolaan barang bukti harus
diarahkan guna menjamin keamanannya;
d. akuntabel, yaitu pengelolaan barang bukti dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, terukur,
dan jelas; dan
e. efektif dan efisien yaitu setiap pengelolaan barang bukti harus dilakukan dengan
mempertimbangkan adanya keseimbangan yang wajar antara hasil dengan upaya dan sarana yang
digunakan.
BAB II
PENGGOLONGAN BARANG BUKTI
Pasal 4
a. bergerak; dan
b. tidak bergerak.
Pasal 5
dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
(2) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan sifatnya antara lain:
a. mudah meledak;
b. mudah menguap;
c. mudah rusak; dan
d. mudah terbakar.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan wujudnya antara lain:
a. padat;
b. cair; dan
c. gas.
(4) Benda bergerak selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) juga termasuk benda
yang terlarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 6
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, merupakan benda selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, antara lain:
a. tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya;
b. kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi selama kayu-kayuan itu belum dipotong;
c. kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan
d. pesawat terbang.
BAB III
BARANG TEMUAN SEBAGAI BARANG BUKTI
Pasal 7
ditemukan masyarakat berupa benda dan/atau alat yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana
yang terjadi atau ditinggalkan tersangka karena melarikan diri atau tersangka belum tertangkap.
(2) Barang temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dijadikan barang bukti setelah
dilakukan penyitaan oleh penyidik karena diduga:
a. seluruh atau sebagian benda dan/atau alat diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
tindak pidana;
b. telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana; dan
c. mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(3) Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan menurut cara yang diatur dalam
Hukum Acara Pidana.
Pasal 8
paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib diserahkan kepada PPBB.
(2) PPBB yang menerima penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan
pencatatan ke dalam buku register dan disimpan pada tempat penyimpanan barang bukti.
(3) Dalam hal barang bukti temuan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau membahayakan,
sehingga tidak mungkin untuk disimpan, dapat diambil tindakan sebagaimana diatur dalam
Hukum Acara Pidana.
(4) Dalam hal barang bukti temuan berupa narkotika jenis tanaman, dalam waktu 1 x 24 (satu kali
dua puluh empat) jam wajib dimusnahkan sejak saat ditemukan, setelah sebagian disisihkan untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
BAB IV
PPBB
Pasal 9
a. Kabareskrim Polri pada tingkat Mabes Polri;
b. Direktur Reskrim/Narkoba/Lantas/Polair pada tingkat Polda;
c. Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
d. Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
e. Kapolsek/tro/ta pada tingkat Polsek/tro/ta.
(2) PPBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang anggota Polri
atau disesuaikan dengan kekuatan personel di kesatuan masing-masing.
(3) PPBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari:
a. Ketua Pengelola Barang Bukti berpangkat Perwira;
b. Staf urusan administrasi Barang Bukti serendah-rendahnya berpangkat Brigadir; dan
c. Staf pembantu umum serendah-rendahnya berpangkat Brigadir Polisi Tingkat Dua atau
Pegawai Negeri Sipil pada Polri.
(4) Dalam hal Polsek tidak memiliki PPBB yang berpangkat Perwira, dapat ditunjuk Kanit Reskrim yang berpangkat Brigadir sebagai Ketua Pengelola Barang Bukti.
Pasal 10
(1) Ketua Pengelola Barang Bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, harus
memiliki:
a. tanda bukti kelulusan pendidikan kejuruan Reserse/Laka Lantas;
b. hasil tes psikologi yang memenuhi syarat;
c. pengalaman bertugas pada fungsi Reserse/Laka Lantas paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
d. dedikasi dan loyalitas tinggi dalam melaksanakan tugas berdasarkan penilaian pimpinan.
(2) Staf urusan administrasi barang bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b,
harus memiliki:
a. hasil tes psikologi yang memenuhi syarat;
b. pengalaman bertugas pada fungsi Reserse/Laka Lantas paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
c. dedikasi dan loyalitas tinggi dalam melaksanakan tugas berdasarkan penilaian pimpinan.
(3) Staf pembantu umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c, memiliki
pemahaman mengenai administrasi umum dan administrasi penyidikan.
Pasal 11
PPBB mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. menerima penyerahan barang bukti yang telah disita oleh penyidik;
b. mencatat ke dalam buku register daftar barang bukti;
c. menyimpan barang bukti berdasarkan sifat dan jenisnya;
d. mengamankan barang bukti agar tetap terjamin kuantitas dan/atau kualitasnya;
e. mengontrol barang bukti secara berkala/periodik dan dicatat ke dalam buku kontrol barang bukti;
f. mengeluarkan barang bukti atas perintah atasan penyidik untuk dipinjam pakaikan kepada pemilik
yang berhak; dan
g. memusnahkan barang bukti.
PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG BUKTI
Bagian Kesatu
Penerimaan dan Penyimpanan
Pasal 12
sebagai berikut:
a. meneliti Surat Perintah Penyitaan dan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti yang dibuat oleh
penyidik untuk dijadikan dasar penerimaan barang bukti;
b. mengecek dan mencocokan jumlah dan jenis barang bukti yang diterima sesuai dengan Berita
Acara Penyerahan Barang Bukti;
c. memeriksa dan meneliti jenis baik berdasarkan sifat, wujud, dan/atau kualitas barang bukti
yang akan diterima guna menentukan tempat penyimpanan yang sesuai;
d. mencatat barang bukti yang diterima ke dalam buku register daftar barang bukti, ditandatangani
oleh petugas yang menyerahkan dan salah satu PPBB yang menerima penyerahan, serta
disaksikan petugas lainnya;
e. melakukan pemotretan terhadap barang bukti sebagai bahan dokumentasi;
f. mencoret dari buku register, barang bukti yang sudah dimusnahkan atau yang sudah diserahkan
kepada Jaksa Penuntut Umum; dan
g. melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada penyidik dan Kasatker.
(2) PPBB wajib melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling lama 2
(dua) hari harus selesai dilakukan.
Pasal 13
(1) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf c secara kuantitas tidak memungkinkan disimpan dan memerlukan biaya penyimpanan
tinggi, tempat penyimpanannya yaitu ditempat asal barang bukti disita.
(2) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) huruf c secara kualitas lekas rusak dan tidak tahan lama, dapat dilelang sesuai ketentuan
dalam Hukum Acara Pidana.
(3) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf c secara kualitas mudah terbakar, menguap, dan meledak, dapat dimusnahkan sesuai
ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.
(4) Dalam hal barang bukti yang diperiksa dan diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf c bersifat terlarang, dapat dimusnahkan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang tentang
Narkotika dan Psikotropika.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dituangkan dalam Berita
Acara dan ditandatangani pihak-pihak terkait.
Pasal 14
(1) Dalam hal PPBB melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c
memerlukan ahli, Ketua Pengelola Barang Bukti dapat meminta pendapat ahli dimaksud untuk
melakukan pemeriksaan dan penelitian barang bukti.
(2) Pemeriksaan dan penelitian barang bukti yang dilakukan oleh ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus dibuatkan berita acara yang ditanda tangani oleh ahli yang bersangkutan dan
diketahui oleh PPBB.
Bagian Kedua
Pengamanan dan Perawatan
Pasal 15
(1) Ketua Pengelola Barang Bukti bertanggung jawab penuh terhadap keamanan dan keutuhan barang bukti baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan:
a. melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara berkala paling lama 2 (dua) minggu sekali
terhadap barang bukti yang disimpan di tempat penyimpanan barang bukti yang telah ditentukan
atau tempat lain, dan dituangkan dalam buku kontrol barang bukti;
b. mengawasi jenis-jenis barang bukti tertentu yang berbahaya, berharga, dan/atau yang
memerlukan pengawetan;
c. menjaga dan mencegah agar barang bukti yang disimpan tidak terjadi pencurian, kebakaran
ataupun kebanjiran;
d. mengarahkan dan mengatur pembagian tugas bawahannya untuk menjaga, memelihara dan
mengamankan barang bukti yang disimpan;
e. mencatat dan melaporkan kepada penyidik dan/atau atasan penyidik yang menyita bila terjadi
kerusakan dan penyusutan serta kebakaran dan pencurian terhadap barang bukti yang disimpan;
dan
f. menindak PPBB yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang
undangan.
Pasal 16
(1) Apabila barang bukti yang disimpan mengalami kerusakan, penyusutan, pencurian atau
kebakaran, dilakukan penyidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila ternyata dilakukan atau akibat kelalaian,
terhadap pelakunya dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengeluaran dan Pemusnahan
Pasal 17
(1) Pengeluaran barang bukti untuk keperluan penyidikan oleh penyidik, harus berdasarkan surat
permintaan yang sah dari penyidik yang menyita dan diketahui oleh atasan penyidik.
(2) Terhadap pengeluaran barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola
Barang Bukti harus:
a. memeriksa dan meneliti surat permintaan pengeluaran barang bukti yang diajukan oleh penyidik
yang diketahui oleh atasan penyidik;
b. membuat berita acara serah terima dan menyampaikan tembusannya kepada atasan penyidik;
c. mencatat lama peminjaman barang bukti dalam buku mutasi atau register yang tersedia; dan
d. menerima, memeriksa, meneliti dan menyimpan kembali barang bukti yang telah dipinjam dan
diserahkan oleh penyidik.
Pasal 18
penyidik, harus berdasarkan surat permintaan yang sah dari penyidik yang menyita dan diketahui
atasan penyidik dengan melampirkan bukti P21 dari Jaksa Penuntut Umum.
(2) Pengeluaran barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti
harus melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan b serta
mencoret barang bukti dari buku register daftar barang bukti.
Pasal 19
(1) Pengeluaran barang bukti untuk dikembalikan kepada orang atau dari siapa benda itu disita atau
kepada mereka yang berhak harus berdasarkan surat perintah dan/atau penetapan pengembalian
barang bukti dari atasan penyidik.
(2) Pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang Bukti
harus melakukan tindakan:
a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan atau surat penetapan pengembalian barang bukti dari
atasan penyidik;
b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik; dan
c. mencatat dan mencoret barang bukti tersebut dari daftar yang tersedia.
Pasal 20
sehingga tidak memungkinkan disimpan lama, dapat dilaksanakan pengeluaran barang bukti untuk
dijual lelang berdasarkan surat perintah atau penetapan yang dikeluarkan oleh atasan penyidik.
(2) Terhadap pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang
Bukti harus melakukan prosedur sebagai berikut:
a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan/atau penetapan penjualan lelang terhadap barang bukti
tersebut;
b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik dan
tersangka; dan
c. mencatat dan mmencoret barang bukti tersebut dari daftar yang tersedia.
(3) Hasil pelaksanaan lelang yang berupa uang, dipakai sebagai barang bukti dan disimpan di Bank
serta dicatat dalam buku register yeng tersedia.
(4) Sebelum pelaksanaan lelang, barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedapat mungkin
disisihkan sebagian kecil untuk keperluan pembuktian dan dicatat dalam buku register yang
tersedia.
Pasal 21
(1) Pengeluaran barang bukti narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang untuk dimusnahkan,
dilakukan setelah mendapat surat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri/Kepala Kejaksaan
Negeri setempat dan surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik.
(2) Surat perintah pemusnahan dari atasan Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikeluarkan oleh:
a. Direktur IV Narkoba/Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri pada tingkat Mabes Polri;
b. Direktur Reserse Narkoba pada tingkat Polda;
c. Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
d. Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
e. Kapolres/tro/ta pada tingkat Polsek/tro/ta.
(3) Terhadap pelaksanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengelola Barang
Bukti harus melakukan prosedur sebagai berikut:
a. memeriksa dan meneliti surat perintah dan penetapan pemusnahan barang bukti;
b. membuat berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada atasan penyidik dan
tersangka; dan
c. mencatat dan mencoret barang bukti tersebut dari daftar yang tersedia.
(4) Sebelum pelaksanaan pemusnahan, barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
disisihkan untuk keperluan pembuktian dan pemeriksaan laboratoris yang dicatat dalam buku
register yang tersedia.
Pasal 22
Pengeluaran untuk penghapusan barang bukti dari daftar register di tempat penyimpanan barang bukti yang dikarenakan kerusakan, penyusutan, kebakaran, pencurian atau karena bencana alam dilakukan oleh suatu panitia khusus yang dibentuk oleh Ketua Pengelola Barang Bukti.
BAB VI
PROSEDUR PINJAM PAKAI BARANG BUKTI OLEH PEMILIK
Pasal 23
pemilik atau pihak yang berhak.
(2) Prosedur pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. pemilik atau pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada atasan penyidik;
b. atasan penyidik melakukan penilaian dan pertimbangan untuk menolak atau mengabulkan
permohonan tersebut; dan
c. setelah permohonan dikabulkan, atasan penyidik membuat rekomendasi kepada Ketua PPBB.
(3) Atasan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. para Direktur Bareskrim Polri, Direktur Polair Polri dan Direktur Lalu Lintas Polri pada tingkat
Mabes Polri;
b. para Direktur Reskrim/Narkoba/Polair/Lantas pada tingkat Polda; c. para Kapolwil/Kapolwiltabes pada tingkat Polwil/Polwiltabes;
d. para Kapoltabes/Kapolres/tro/ta pada tingkat Poltabes/Polres/tro/ta; dan
e. para Kapolres/tro/ta tingkat Polsek/tro/ta.
(4) Penilaian dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b, didasarkan
atas:
a. bukti kepemilikan barang bukti yang sah;
b. kesediaan untuk merawat dan tidak mengubah bentuk, wujud, dan warna barang bukti;
c. kesediaan untuk menghadirkan barang bukti bila diperlukan sewaktu-waktu; dan
d. kesediaan untuk tidak memindahtangankan barang bukti kepada pihak lain.
PENGAWASAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI
Pasal 24
a. umum; dan
b. khusus.
Pasal 25
(1) Pengawasan secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, mulai tingkat Mabes
Polri sampai Polsek/tro/ta dilakukan secara rutin oleh Kasatker dan Kasatfung.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
a. memeriksa administrasi dan buku register daftar barang bukti;
b. memeriksa kondisi tempat penyimpanan; dan
c. memeriksa kondisi fisik barang bukti.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. supervisi; dan
b. pengawasan dan pemeriksaan (wasrik).
Pasal 26
(1) Pengawasan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, dilakukan apabila
terdapat kejadian yang bersifat khusus, sehingga perlu dibentuk tim yang ditunjuk berdasarkan
surat perintah.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
a. Inspektorat Pengawasan;
b. Propam;
c. Intelijen Keamanan; dan
d. fungsi terkait lainnya.
(3) Kejadian yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. adanya laporan atau ditemukannya penyimpangan;
b. penyalahgunaan barang bukti;
c. hilangnya barang bukti; dan
d. adanya bencana yang bisa mengakibatkan barang bukti hilang atau rusak.
ADMINISTRASI DAN PELAPORAN
Pasal 27
Administrasi pengelolaan barang bukti dituangkan dalam bentuk berita acara, buku kontrol, dan buku register daftar barang bukti sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Pasal 28
Pelaporan pengelolaan barang bukti dibuat secara periodik (mingguan, bulanan, dan tahunan) yang ditandatangani Ketua Pengelola Barang Bukti dan wajib dilaporkan kepada Kasatfung dengan tembusan Kasatker serta fungsi terkait lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar